Prabowo Subianto tak bisa
dilepaskan dari kancah perpolitikan nasional. Setahun menjelang pilpres
2014, nama mantan menantu Presiden Soeharto ini terus melambung
berdasarkan hasil sigi berbagai lembaga survei di Indonesia. Bersama
dengan Megawati, Jokowi dan Jusuf Kalla, ia terus menuai elektabilitas
yang saling mengungguli.
Namun, apakah langkah Prabowo akan mulus-mulus saja menghadapi Pilpres 2014? Hemat saya kok tidak. Ditengah baiknya eletabilitas Prabowo, sejatinya masih menyimpan api dalam sekam. Api dalam sekam tersebut adalah beban sejarah yang terus menghantuinya. Apa itu?
Beban sejarah yang dimaksud adalah
keterlibatan Prabowo mendalangi aksi penculikan terhadap aktivis pro
demokrasi pada tahun 1997 -1998. Dalam aksi itu, setidaknya 13 orang
aktivis hilang dan belum ditemukan hingga sekarang. Mereka diduga telah
meninggal dunia akibat aksi kekerasan dan penganiayaan.
Hebatnya, hingga saat ini, Prabowo belum
diadili atas kasus tersebut. Padahal kita semua tahu, sebagian anggota
“Tim Mawar” yang diperintahkan Prabowo untuk menculik aktivis sudah
dijebloskan ke penjara.
Prabowo sendiri telah mengakui
memerintahkan Tim Mawar untuk melakukan penculikan tersebut. Atas dugaan
keterlibatannya dalam kasus penculikan aktivis ini, Prabowo telah
menerima hukuman “dipensiundinikan” alias dipecat dari kelembagaan TNI.
Beban lainnya adalah dugaan upaya
penculikan terhadap sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral LB
Moerdani pada 1983. Pada tahun 1990-an, Prabowo juga pernah diduga
terkait dengan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di Timor Timur. Dan
yang paling ramai dibicarakan, Prabowo juga diduga mendalangi kerusuhan
Mei 1998 berdasarkan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta.
Untungnya, aksi-aksi prabowo ini belum
banyak diketahui publik. Bahkan di kota sebesar jakarta yang sudah melek
informasi pun, pengetahuan tentang catatan kelam Prabowo ini pun belum
banyak diketahui. Lihat hasil survey SMRC, pada September 2012 lalu.
Hanya sekitar 39.7 persen saja yang mengetahui bahwa Prabowo
diberhentikan dari dinasnya sebagai perwira TNI karena dinilai
bertanggung jawab atas penghilangan aktivis pro demokrasi pada 1997.
Saat ini, kasus penculikan aktivis itu
diungkit kembali oleh aktivis pro demokrasi. Ulin Yusron, melalui
account twitternya @ulinyusron mengkultwitkan surat terbukanya kepada
Prabowo. Ia menulis, “Pak Prabowo, aku @ulinyusron, mengabarkan tadi
siang (Rabu, 27/03/2013), jam 14.30 Ayahanda Suyat, korban penculikan
97/98, yang bernama Bapak Paimin meninggal dunia. Mewakili korban, mohon
Bapak ikut berbelasungkawa dan bantu meringankan beban keluarga dengan
memberitahu siapa aktor dan pelaku sesungguhnya yang terlibat dalam
penculikan 13 kawan kami yang belum kembali. Jika sudah mati di mana
kuburannya, jika masih hidup dia mana mereka berada?”
Bukan tanpa alasana Ulin Yusron mengirim
surat terbuka ini kepada Prabowo. Karena sosok inilah yang dianggap
paling bertanggung jawab atas hilangnya 13 aktivis di atas. Memang, 9
orang yang pernah diculik Prabowo telah kembali. Bahkan beberapa aktivis
itu sekarang ada yang bergabung dengan partai Prabowo. Namun bagaimana
dengan 13 orang lainnya?
Sepertinya, kasus ini akan menjadi
penghalang serius Prabowo untuk bisa mulus keistana. Ia harus rela
membuka kasus ini kembali dan menyelesaikan secara tuntas jika mau
memperbaiki jalannya. Karena jika tidak, sebagaimana sajak Wiji Thukul
bait terkahir yang ditulis Ulin Yusron dalam surat terbukanya kepada
Prabowo akan terus membayangi. Sajak Wiji Thukul itu adalah:
… sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ia yang mengajari aku untuk bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan.
link sumber
ia yang mengajari aku untuk bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan.
link sumber
0 komentar:
Posting Komentar